Hari Pancasila: Perjalanan Melalui Ideologi Pendiri Indonesia

Hari Pancasila: Perjalanan Melalui Ideologi Pendiri Indonesia
Hari ini, 1 Juni, menandai hari yang sangat penting dalam sejarah Indonesia: Hari Pancasila. Ini adalah hari untuk merenungkan filosofi dasar yang mendasari Republik Indonesia dan terus membimbing jalannya sebagai sebuah bangsa. Lebih dari sekadar tanggal di kalender, Hari Pancasila memperingati lahirnya Pancasila – lima prinsip yang merangkum keberagaman dan persatuan Indonesia.
Fajar Sebuah Bangsa: Di Tengah Perjuangan Kemerdekaan
Kisah Pancasila dimulai pada periode yang bergejolak menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ketika pendudukan Jepang mulai melemah, kebutuhan akan dasar filosofis bagi negara Indonesia yang baru menjadi sangat mendesak. Pada 1 Juni 1945, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Presiden pertama Indonesia, Sukarno, menyampaikan pidato yang luar biasa.
Dalam pidato bersejarah ini, Sukarno mengartikulasikan visinya untuk fondasi filosofis Indonesia yang merdeka. Ia mengusulkan lima prinsip yang ia yakini akan menjadi dasar negara baru. Prinsip-prinsip ini, yang ia namakan "Pancasila" (dari bahasa Sanskerta: panca berarti lima, dan sila berarti prinsip), adalah:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sukarno menekankan bahwa prinsip-prinsip ini bukan hanya kumpulan ide abstrak, melainkan berakar kuat dalam budaya, nilai-nilai, dan aspirasi Indonesia. Prinsip-prinsip ini dirancang untuk menyatukan nusantara yang beragam, rumah bagi berbagai kelompok etnis, agama, dan tradisi.
Dari Usulan Menjadi Fondasi: Perjalanan Menuju Pengesahan
Meskipun 1 Juni menandai tanggal diucapkannya Pancasila oleh Sukarno, formalisasi dan pengesahannya melibatkan pembahasan lebih lanjut. BPUPKI melanjutkan pekerjaannya, dan sebuah panitia yang lebih kecil, dikenal sebagai Panitia Sembilan, ditugaskan untuk merumuskan pembukaan Undang-Undang Dasar Indonesia, yang akan menggabungkan Pancasila.
Hasilnya adalah Piagam Jakarta, yang ditandatangani pada 22 Juni 1945. Piagam ini awalnya mencakup frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dalam sila pertama. Namun, menyadari pentingnya persatuan nasional dan untuk mengakomodasi lanskap keagamaan Indonesia yang beragam, frasa ini kemudian direvisi.
Akhirnya, pada 18 Agustus 1945, satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945.1 UUD ini secara resmi mengukuhkan Pancasila sebagai ideologi negara, dengan sila pertama disempurnakan ke dalam bentuknya yang sekarang: "Ketuhanan Yang Maha Esa", yang menjamin kebebasan beragama bagi semua warga negara.
Memperingati Pancasila: Hari Libur Nasional
Selama bertahun-tahun, 1 Juni telah diakui dan dirayakan, tetapi baru-baru ini secara resmi ditetapkan sebagai hari libur nasional. Pada tahun 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden yang secara resmi menjadikan 1 Juni, Hari Pancasila, sebagai hari libur nasional. Keputusan ini menggarisbawahi komitmen pemerintah untuk memperkuat pentingnya Pancasila dalam masyarakat Indonesia kontemporer.
Relevansi Pancasila yang Abadi
Hari ini, Hari Pancasila berfungsi sebagai pengingat yang kuat akan identitas kolektif Indonesia. Di dunia yang semakin kompleks, Pancasila terus menjadi penerang, mempromosikan:
- Toleransi dan Harmoni: Merangkul keragaman agama dan membina pemahaman antarumat beragama.
- Kemanusiaan: Menjunjung tinggi keadilan, kesetaraan, dan martabat manusia.
- Persatuan Nasional: Menjembatani perbedaan dan memperkuat ikatan yang menyatukan bangsa Indonesia.
- Demokrasi dan Musyawarah: Menganjurkan pengambilan keputusan yang inklusif melalui konsensus.
- Keadilan Sosial: Berjuang untuk masyarakat yang adil dan sejahtera bagi semua.
Saat kita memperingati Hari Pancasila, ini adalah kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk kembali mengabdikan diri pada prinsip-prinsip fundamental ini. Mereka bukan hanya peninggalan sejarah tetapi cita-cita hidup yang terus membentuk karakter bangsa dan menginspirasi masa depannya.